31 Agustus 2008

RAMADHAN KEMBALI TIBA

Bulan Ramadhan yang kita rindukan akhirnya kembali tiba. Meski kita sedang menghadapi keadaan yang serba sulit karena kenaikan harga BBM teruta ma elpiji yang baru saja naik, namun mudah-mudahan tidak mengurangi kekhusyu'an kita dalam beribadah di bulan mulia ini. Sebaliknya momentum Ramadhan seharusnya menjadi saat dimana kita menjadi lebih taat kepada Allah. Kita tidak perlu berbuka dan makan sahur secara berlebihan. Hal ini penting karena selama ada fenomena dimana pada bulan Ramadhan konsumsi makanan malah menjadi meningkat. Padahal acara makan kita berubah dari hanya 3 kali sehari menjadi 2 kali sehari yaitu saat sahur dan berbuka. Kenaikan harga elpiji yang akan memicu naiknya harga makanan seharusnya membuat kita menahan diri untuk berbuka dan makan sahur secukupnya saja. Masih banyak saudara-saudara yang kekurangan makanan di negeri yang konon katanya tongkat batu jadi tanaman ini.

Akhirnya saya dan keluarga mengucapkan Selamat menunaikan ibadah Ramadhan. Semoga ibadah kita di bulan penuh rahmat ini diterima oleh Allah SWT.



26 Agustus 2008

REKOR MURI

rekor-muri

Belakangan saya mendengar bahwa Cilacap akan kembali memecahkan rekor MURI, yakni makan kerupuk dan memasang pin dengan peserta terbanyak dan menyambung tongkat bambu terpanjang. Sebelumnya Cilacap sudah memecahkan rekor Minum Jamu Dengan Peserta Terbanyak, 6956 peserta. pada tanggal 10 Maret 2007, lukisan `graffiti` (lukis dinding) dengan peserta terbanyak yaitu 470 peserta pada 18 Maret 2007, membuat sambal dadakan sebelumnya hanya melibatkan 1.535 peserta dan merias wajah dengan 1.585 peserta 15 Maret 2008, naik egrang dengan peserta terbanyak 1.263 orang 25 Maret 2008.

Yang membuat saya heran rekor yang selama ini diraih adalah kegiatan - kegiatan yang tidak bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Jika pun ada yang merasakan adalah penjual cat (ketika memecahkan rekor graffiti terpanjang), perajin jamu tradisional (ketika memecahkan rekor minum jamu), petani dan penjual cabe (ketika memecahkan rekor membuat sambal), pejual bambu (ketika memecahkan rekor egrang), dan penjual kosmetik (ketika memecahkan rekor merias wajah). Nanti yang akan merasakan untung adalah kembali penjual bambu (rekor menyambung tongkat), pengrajir kerupuk (rekor makan kerupuk) dan pengusaha pembuat pin. Sementara masyarakat lainnya hanya menjadi penonton. Hal ini mengherankan saya karena rekor-rekor yang dicetak ini diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Kalau itu dicapai oleh perorangan barangkali tidak terlalau aneh.

Saya sangat mengharapkan di masa mendatang kalau mau memecahkan rekor maka rekor-rekor yang dipecahkan adalah untuk hal - hal yang dirasakan masyarakat luas. Mengingat pemerintah adalah pelayan masyarakat yang tugasnya ngopeni masyarakat. Misalnya saja memecahkan rekor sebagai kabulaten bebas miras, kabupaten dengan biaya pendidikan termurah, kabupaten tanpa jalan rusak dan lain-lain. Saya pikir itu lebih bisa dirasakan masyarakat luas.

Mudah-mudahan ide sederhana ini bisa direalisasikan dan bisa dirasakan oleh masyarakat.


23 Agustus 2008

BELAJAR DARI PENGALAMAN MEMBENAHI RUMAH

Hampir 4 tahun lalu dengan bantuan dana dari mertua saya membeli sebuah rumah. Sebenarnya ruamh itu jelek dan saya tidak begitu sreg. Tetapi istri saya tertarik dan mendesak saya untuk segera membayarnya. "Nanti keburu mahal", katanya. Sayapun tidak berpikir panjang untuk mempertimbangkan kembali. Ketika itu saya memang sedang tidak bisa berpikir secara lebih jernih. Saya sedang disibukkan dengan keadaan bapak saya yang ketika itu sedang sakit keras. Akhirnya saya pun mengiyakan untuk membeli rumah itu. Paling tidak setelah itu saya tidak didesak lagi untuk mengurus rumah itu. Saya bisa beralih untuk memikirkan bapak saya.
Kebetulan si pemilik rumah tidak meminta agar saya segera membayar cash rumah itu. Dia hanya meminta saya membayar beberapa juta dulu sebagai tanda jadi. Dia pun mengerti dengan keadaan saya saat itu. Bahkan ketika saya meminta waktu beberapa saat untuk mengurus bapak saya diapun mafhum.
Beberapa bulan setelah bapak saya akhirnya meninggal dunia saya baru bisa melunasi pembayaran rumah itu. Ketika akhirnya rumah itu dikosongkan saya pun tidak segera menghuninya. Saya memutuskan akan pindah dari rumah ortu setelah lebaran. Selama belum dihuni itu saya harus bolak-balik menengok rumah. Menyalakan lampu ketika petang dan mematikannya pada pagi hari ketika mau berangkat kerja. Saat itulah saya menyadari bahwa rumah yang saya beli benar-benar rumah bodol (rusak). Atap di salah satu ruangnya yang terbuat dari seng sudah keropos dan menganga. Saya bisa melihat lagit dari lubangnya. Talang di bagian tengahnya bocor tidak mampu menampung luapan air. Tapi apa boleh buat, keputusan sudah diambil. Untuk mengatasinya saya membeli beberapa lembar seng dan karpet talang untuk mengurangi kebocoran.
Hari kedua saya dan keluarga di rumah yang baru kami huni hujan turun dengan lebatnya. Kami harus menyediakan ember dan kaleng untuk mewadahi bocoran yang masuk ke dalam rumah. Sedih juga rasanya punya rumah yang tak memadai begini. Pukul 02.00 saya terbangun saya teringat barang-barang yang belum kami tata di gudang belakang. Lantainya yang lebih rendah bisa banjir kalau air hujan yang merendam lingkungan sekitar meluber. Benar juga, ketika saya bangun air sedang merambat masuk. Buru-buru saya membangunkan istri untuk kerja bakti memindahkan barang ke tempat yang lebih tinggi. Meski kami sudah beusaha keras, tak pelak ada bebeara barang yang harus terendam. Paginya saya pun harus menguras air yang menggenang. Sementara istri saya mengalirkan air dengan sapu lidi ke tempat yang dekat dengan kamar mandi agar air bisa keluar melalui lubang pembuangan air. Duh...
Semenjak itu saya berfikir bagaimana membuat rumah saya nyaman untuk ditinggali. Kalau hujan tidak kehujanan dan kalau panas tidak kepanasan. Yang terfikir adalah berapa lama saya harus menabung untuk bisa memperbaiki rumah. Saya memang tidak mempunyai pengalaman dalam hal bangun membangun sehingga rasanya sulit sekali untuk mewujudkan mimpi membuat rumah layak ditinggali.
Dari hasil bincang-bincang dengan teman-teman saya mendapat sedikit gambaran bagaimana membenahi rumah. Teman kerja saya menyarankan agar saya nyicil dalam memperbaiki rumah. Misalnya punya uang Rp 50.000,00 untuk beli balok dulu barang beberapa batang. Punya lagi beli lagi. Lain waktu beli batu bata atau material lainnya. Namun demikian saya masih bingung harus mulai dari mana dulu. Karena memperbaiki satu bagian pasti akan merembet ke bagian lainya.
Cukup lama saya berfikir sambil prihatin menghadapi berbagai keadaan yang tidak mengenakkan. Samapi akhirnya tetangga belakang rumah memutuskan membuat septic tank baru tepat di belakang rumah saya. Galian lubang yang mau dibuat septic tank ternyata cukup banyak. Istri saya punya inisiatif untuk meminta tanah galian itu untuk mengurug dapur sumah kami yang memang lebih rendah dari lantai bagian tengah dan depan. Si pemilik tanah tidak keberatan. Sekalian saja saya minta dia untuk menggarap pengurugan dan pengecoran lantai itu setelah selesai membuat septic tank. Alhamdulillah dia setuju. Dengan sedikit tabungan yang sudah kami kumpulkan "proyek" itu pun dikerjakan.
Setelah beberapa hari pengurugan lantai dapur ternyata idenya berkembang. Istri saya minta agar tembok yang belum dilepa sekalian. Saya setuju. Ternyata kemudian berlanjut pada perbaikan atap dan talang belakang. Alhamdulillah, dana mencukupi. Pendek kata saat ini rumah kami agaknya sudah cukup layak untuk ditinggali. At least kami tidak perlu menyiapkan ember dan kaleng banyak-banyak untuk mewadahi air curahan dari talang yang bocor. Di samping itu saya sudah mempunyai gambaran bagaimana tahapan-tahapan agar rumah kami lebih nyaman lagi untuk ditinggali.
Rumah memang bukan segala-galanya bagi saya. And toh, kelak juga akan saya tinggalkan. Tetapi dengan rumah yang layak setidaknya saya bisa menjalankan tugas hidup saya dengan baik. Tidak harus terganggu oleh ketidaknyamanan yang mengganggu.
Pelajaran yang bisa saya petik adalah bahwa untuk bisa melakukan sesuatu maka kita harus mencobanya agar kita bisa mengukur persiapan apa yang seharusnya kita siapkan. Sebelum membenahi rumah saya miskin sekali gambaran untuk membenahi rumah. Setelah saya mencoba dengan memperbaiki beberapa bagian saya bisa mengukur kira-kira apa yang harus saya lakukan kemudian, apa saja yang harus saya persiapkan dan bagaimana melakukannya.
Semoga Allah memudahkan kami dalam menjaga amanah ini dan tidak menjadikan urusan ini menjadi pemaling yang akan memalingkan kami dari pelaksanaan tugas kehidupan yang seharusnya kami emban. Mengabdi kepadaNya.


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons