18 Januari 2010

Kacamataku Mana Ya?

Pertanyaan di atas sering kali saya dengar dari teman kerja saya satu ruangan. Karena banyaknya pekerjaan yang harus dia tangani kadang dia lupa dimana meletakkan kacamatanya. Kadang saat sedang asyik bekerja di depan komputer tiba-tiba ada tamu yang harus ditemui, atau ada rapat yang harus dia siapkan. Repotnya dia tidak secara tetap meletakkan kaca mata. Kadang di meja komputer tempatnya bekerja, kadang di saku bajunya, kadang di meja belakang meja kerjanya, atau di tempat yang lain.
Karena seringya kejadian itu berulang, setiap dia bertanya, "kacamataku tadi di mana ya?" saya hanya menjawab ,"ngga tahu, tadi ditaruh mana?". Atau agar jawaban saya tidak monoton dan klise kadang saya bilang, "kalau sudah begini, harusnya kacamatanya dibuat kalung dan digantung di leher, mba..." Dia pun hanya tersenyum.
Kejadian hampir serupa juga terjadi di rumah. Istri saya sering "kehilangan" kerudungnya. Setiap keluar rumah dia selalu memakai kerudung dan ketika masuk rumah dia melepasnya. Repotnya dia sering meletakkan kerudung yang habis dipakainya di tempat yang tidak tetap. Kadang di sofa ruang tamu, di kursi dekat meja makan, di gantungan baju, di tempat tidur atau di tempat yang lain. Begitu seringnya kejadian itu berulang maka ketika dia bertanya, "kerudungku dimana ya?", saya hanya menjawab, "meneketehe? aku kan ga pake....".
Sebenarnya apa yang dialami teman kerja dan istri saya adalah kejadian biasa. Banyak orang yang mengalami hal seperti ini. Namun kendati kejadian biasa tidak berarti harus dibiarkan karena bisa merepotkan. Terutama bagi yang bersangkutan. Bagi orang yang di sekitarnya juga menjadi hal yang sedikit mengganggu. Setidaknya orang di sekitarnya kebingungan untuk memberikan jawaban. Sebab kalau selalu di jawab "ngga tahu" atau "meneketehe" nanti dikiranya tidak kreatif.
Dalam sebuah kajian seorang ustadz menyinggung hal ini. Dalam kesempatan itu dia mengatakan bahwa salah satu sebab yang membuat kita lupa adalah karena kita tidak tertib. Ternyata apa yang dikatakan ada benarnya juga. Saya termasuk orang yang jarang lupa dengan barang-barang yang saya simpan atau letakkan. Kuncinya karena saya membiasakan meletakkan barang-barang saya di tempat-tempat yang tetap dari waktu ke waktu. Sehingga bila saya lupa sesuatu saya lebih mudah melacaknya. Misalnya, saya selalu meletakkan kaca mata di atas bufet ruang tengah atau di dekat mushaf Al-Quran, atau di dalam wadahnya dan dimasukan tas kerja. Hanya di tiga tempat itu saya meletakkan kacamata. Kalau di tempat kerja saya hanya meletakkan di meja komputer atau dimasukan tas.
Jadi kuncinya adalah berusaha tertib dalam meletakkan benda-benda atau barang-barang milik kita.
Cara lain agar kita tidak mudah lupa adalah selalu mengaitkan satu kejadian atau apa yang kita lakukan dengan peristiwa atau fakta lain yang terjadi bersamaan dengan hal tersebut. Misalnya tadi apa saja yang kita kerjakan dan bagaimana kita melakukannya, dengan siapa, dimana, dan seterusnya. Sehingga ketika kehilangan suatu benda kita bisa melacaknya dengan dimana terakhir benda itu kita pergunakan. Saya pernah kehilangan flashdisk yang baru saya pakai. Saya baru ingat flashsidisk itu ketika sudah beberapa meter meninggalkan tempat kerja. Saya kembali dan mencarinya. Di meja komputer tidak ada, di tas tidak ada, di CPU juga tidak ada. Saya kemudian ingat bahwa terakhir saya mencabutnya dan setelah itu saya memberesi menja komputer. Akhirnya saya menduga mungkin di dekat keyboard (kebetulan keyboard komputer yang saya pakai memiliki tempat yang bisa ditarik seperti laci). Ternyata benar dugaan saya.
Cara yang kedua ini saya tiru dari ibu saya. Beliau selalu mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa atau kondisi lain yang berhubungan. Ketika ditanya adik saya lebih tua atau lebih muda dari anak tetangga misalnya, beliau mengaitkan dengan peristiwa pemasangan jaringan pipa Pertamina di depan rumah dimana anak tetangga sudah lahir dan adik saya belum lahir.
Untuk bisa mengaitkan saat peristiwa denga peristiwa lain ini diperlukan pemahaman terhadap fakta secara mendalam. Ibu saya tentu tidak akan bisa mengingat apakah adik saya lebih muda dari anak tentangga atau lebih tua, bila beliau dulu tidakmengamati bahwa pemasangan pipa itu dilakukan ketika tentangga sedang menggendong anaknya itu dan ibu melihatnya sementara beliau belum melahirkan adik saya.
Mudah-mudahan pelajaran kecil dari pengalaman hidup saya ini bermanfaat bagi para pembaca. (lb)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons