14 November 2009

Yang Terbaik bukan Yang Terbanyak

Ini masih mengenai pelajaran dari peristiwa kematian yang dalam beberapa pekan ini seperti disampaikan dengan artikulasi yang lebih kepada saya.
Umur yang diberikan Allah kepada tiap manusia berbeda - beda. Ada yang sudah umurnya ratusan tahun tetapi masih saja belum "dipanggil menghadap". Sementara yang lainnya ada yang meninggal dalam usia yang masih sangat muda bahkan masih bayi. Tentu ada hikmah yang terkandung dari fenomena ini. Coba saja bila semua manusia diberi umur yang panjangnya sama (taruhlah misalnya 63 tahun) tentu semua orang akan berbuat sesuka hati dalam awal-awal kehidupannya dan menjelang ajalnya segera bertaubat lalu membenahi diri. Manusia akan memanfaatkan masa mudanya semaunya dan menjadikan masa tuanya untuk insyaf. Atau jika ada yang memanfaatkan waktu mudanya untuk berbuat amal shalih tentu dengan target agar dia memiliki amal sebanyak banyaknya.
Allah menenetukan ajal yang berbeda-beda bagi manusia dan tidak seorangpun tahu kapan saatnya ajal tiba adalah untuk menguji manusia. Apakah manusia akan memanfaatkan kehidupannya (yang tidak diketahui kapan berakhirnya) untuk memperbanyak ketaatan kepadaNya ataukah sebaliknya. Apakah manusia akan memilih untuk bersegera memillih dan melakukan amal shalih yang terbaik yang mendatangkan keridhaanNya ataukah akan bersantai-santai dengan menundanya dan tenggalam dalam perbuatan dosa.
Allah SWT berfirman yang artinya :

Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Al - Mulk : 1-2)

Di dalam ayat ini Allah menggunakan redaksi "ahsanu 'amala" (yang lebih baik amalnya) bukan "aktsaru 'amala" (yang lebih banyak amalnya). Dengan kata lain yang terpenting adalah kualitas amal kita bukan kuantitas. Idealnya tentu kualitas dan kuantitasnya tinggi. Ada amal-amal tertentu yang memiliki kualitas (tinggi nilainya di hadapan Allah) meski sedikit. Sementara ada amal-amal yang kualitasnya lebih rendah. Misalnya orang yang berjuang di jalan Allah kemudian mati syahid, amalnya memiliki nilai yang tinggi di hadapan Allah. Bahkan orang yang mati syahid diampuni semua kesalahannya, sakaratul mautnya hanya seperti gigitan semut (padahal orang yang mati bukan syahid sakaratulnya seperti 300 kali sabetan pedang), ruhnya diletakkan di dalam paruh burung-burung yang terbang di surga. Amal mereka hanya dilakukan sebentar tetapi pahalanya di sisi Allah luar biasa. Sementara amal- amal lain pahalanya tidak sebesar itu.
Dengan demikian, bukanlah panjangnya umur yang menjadi ukuran. Melainkan amal sekualitas apa yang telah kita lakukan dalam kehidupan yang kita tidak tahu secepat apa akan berakhir.
Sekarang terserah kita. Apakah kita akan bersantai-santai dalam memenuhi kewajiban kita hingga waktu kita habis, ataukah kita akan bersegera meraih ampunan dan melaksanakan kewajiban kehidupan yang telah dibebankan di pundak kita.
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa" (Q.S. Ali Imran : 133)
Allahu a'lam

ilustrasi : maramissetiawan.files.wordpress.com

11 November 2009

Status Facebook dan Pelajaran tentang Kematian

Ajal memang bisa datang kapan saja. Termasuk pada kondisi dimana seseorang sama sekali tidak siap menyambutnya. "Allaahummaj’al khayra ‘umrii aakhirahu wa khayra ‘amalii khawaatiimahu wa khayra ayyaamii yawma lliqaa’ika". Begitu status yang saya tulis di facebook saya hari minggu kemarin. Hal itu terlintas setelah paginya saya menjenguk lagi bapak mertua yang sedang terbaring sakit di rumah sakit dan mendapat kabar pasien sekamarnya pagi subuh meninggal dunia. Padahal Sabtu sore menjelang maghrib saya masih sempat ngobrol banyak dengannya. Suaranya masih lantang meski kondisi fisiknya lemah. Sama sekali saya tidak menduga ajal akan datang secepat itu.
Seminggu sebelumnya tetangga belakang rumah saya, rumahnya persis saling membelakangi rumah saya juga meninggal dunia. Yang membuat saya terkejut dan ikut shock adalah beliau meninggal karena tersambar kereta api di perlintasan kereta api tak dijaga tak jauh dari rumah.
Beliaulah orang yang setahun lalu memperbaiki rumah saya dan tiap pagi ketika bangun saya mendengar beliau mengobrol dengan istri yang memasak untuk jualan makanan ketika fajar telah menyingsing.
Dua peristiwa itulah yang membuat saya menulis status seperti itu di facebook saya. Dua peristiwa yang membangkitkan kesadaran saya akan peritiwa kematian. Sebenarnya hampir setiap hari hal tersebut kesadaran akan hal itu selalu terusik, ketika mendengar berita duka cita baik di lingkungan tempat tinggal atau lewat berita di berbagai media. Tapi dua peristiwa seperti sebuah pelajaran yang lebih mendalam.
Ternyata pelajaran ketiga datang. Sehari setelah saya menulis status itu, giliran bapak mertua saya yang tengah dirawat di rumah sakit wafat. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Allahumaghfir lahu warhamhu wa'afihi wa'fu 'anhu.
Ya Allah jadikanlah aku dan yang membaca tulisan menjadi orang orang yang cerdas. Yaitu orang - orang yang mau mengambil pelajaran dari peristiwa kematian.

"Allaahummaj’al khayra ‘umrii aakhirahu wa khayra ‘amalii khawaatiimahu wa khayra ayyaamii yawma lliqaa’ika"

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons