23 Juli 2008

MENIKMATI HIDUP

Ini adalah cerita dari seorang ustadz saya. Al-kisah, seorang pengusaha yang telah bertahun-tahun merintis usahanya akhirnya bisa mencapai suatu kondisi dimana dia bisa memiliki berbagai hal yang dia ingini. Dia pun berhasil membeli sebuah rumah mewah di perumahan elit di sebuah kota di Jawa Tengah. Berbagai fasilitas termasuk kolam renang pun tersedia di rumahnya itu.

Namun demikian bisnis yang ditekuninya dan telah mendatangkan kekayaan memaksanya harus tinggal di Jakarta. Sementara rumah mewahnya hanya ditinggali para pembantunya. Dia tetap harus berfikir keras bagaimana agar usahanya tetap bisa berjalan. Dia harus memutar otak agar tetap bisa survive dan tidak bangkrut. Hanya sebulan sekali dia menyempatkan diri pulang ke rumah mewahnya itu. Pendek kata dia tidak sepenuhnya menikmati rumah mewahnya itu.
Sementara itu pembantu yang menunggui rumah mewah bisa menikmati semua sarana yang ada. Bisa nonton televisi yang fasilitas home teater atau menyaksikan film dari kepingan DVD tanpa harus membayar rekening listrik, bisa memasak dan makan makanan yang selalu tersedia tanpa mengeluarkan uang sendiri untuk membelinya. Bisa berenang di kolam renang bersama teman-temannya sesama pembantu tanpa harus membayar sewa, dan lain-lain.
Kalau kita renungkan, siapa sebenarnya yang menikmati hidup. Si majikan yang punya rumah mewah dan tetap berpikir keras untuk mengumpulkan harta atau para pembantu yang menunggui rumah mewah itu? Apa sebenarnya yang si pengusaha tadi cari. Kalau kekayaan yang dia cari kekayaan ternyata dia tidak menikmatinya. Kalau dia mencari ketenangan hidup buktinya dia masih harus pontang - panting untuk mempertahankan keberlansungan usaha. Barangkali tepat orang yang mengatakan bahwa kesenangan dunia ini seperti air laut. Semakin banyak diminum semakin terasa haus. Kesenangan dunia memang acapkali melalaikan kita dari tujuan hidup yang sebenarnya. Tak jarang kesibukan meraihnya malah menjadi belenggu bagi kita. So, mari tetap ingat pada tujuan hidup sesungguhnya. Meraih kebahagiaan hakiki. Meraih kebahagiaan di kehidupan kekal. Berbekallah. Sesungguhnya bekal terbaik adalah taqwa.



17 Juli 2008

HARI PERTAMA MASUK SEKOLAH

Senin kemarin (14/07/2008) adalah hari pertama anak saya masuk sekolah (TK). Beberapa hari sebelumnya dia begitu antusias ketika kami (saya dan istri) mengajaknya ngobrol soal sekolahnya. Tapi pada hari pertama masuk sekolah malah tampak ogah-ogahan. Pasalnya, kaki sebelah kirinya terluka karena terjatuh di depan rumah mertua saya 5 hari sebelumnya. Sebenarnya hari Sabtu lukanya sudah kering dan ada yang mengelupas. Tetapi justru karena bagian yang mengelupas itu diambil pada hari ahad lukanya jadi bengkak. Hari itu juga saya panggil mantri untuk memberinya obat. Hari senin lukanya sudah mulai layu. Tapi dasar anak-anak, dia ngotot tidak mau masuk. Nunggu kakinya sembuh, katanya.
Namun setelah dibujuk istri saya akhirnya dia mau juga berangkat. Nyatanya di sekolah dia happy aja. Ketika saya jemput, dengan antusias menceritakan apa saja yang dilakukan di sekolah. Anehnya, setelah sampai di rumah dia berkeras besok tidak mau masuk dulu. Masih dengan alasan yang sama. Maka esok paginya susah payah saya dan istri membujuknya untuk berangkat. Akhirnya dia pun mau berangkat setelah dibujuk untuk memakai sandal saja agar lukanya tidak sakit.
Hal lain yang membuat saya heran, sepulang sekolah dia tidak mau diajak ke rumah "mbah putirnya" (neneknya yaitu ibu saya) yang rumahnya terlewati ketika berangkat dan pulang sekolah. Sampai-sampai ibu saya meminta adik perempuan saya menjenguknya. Akhirnya pada hari ketiga ketika berangkat saya sempatkan mengajak dia mampir. Kebetulan dia mau dan ibu saya kelihatan begitu gembira melihat cucu pertamanya mulai masuk sekolah.
Hari - hari berikutnya dia sudah tidak rewel untuk berangkat ke sekolah. Kalau biasanya dia malas bangun pagi, hari - hari belakangan dia cukup mudah dibangunkan. Kadang saya membujuknya untuk melihat teman sepermainannya yang sudah masuk SD. Rupanya dia tertarik untuk melihat temannya itu memakai baju putih merah. Kadang pula saya bujuk dia untuk melihat film kartun yang diputar pagi-pagi di stasiun swasta.
Begini rupanya menghadapi anak yang baru sekolah. Maklum, dia adalah anak pertama saya dan dulu saya tidak njamani sekolah TK. Mudah-mudahan saja semangatnya untuk sekolah tetap tinggi dan keinginannya untuk belajar yang sebelumnya sudah terpupuk sejak belum sekolah tetap membara. Giat belajarlah nak, tantangan di masa depanmu kelak lebih berat dari yang bapak dan ibumu alami kini.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons