04 Maret 2010

You Can Do It if You Want It

"You can do it if you want it, isn't it?" begitulah sebuah sms yang masuk ke ponsel saya beberapa malam lalu dari seorang teman. Pesan ini sebagai balasan atas pesan saya "You CAN do it if you think you CAN do it". Saya pikir teman saya ada benarnya juga. Kuatnya keinginan seseorang atas sesuatu akan mendorongnya untuk meraih apa yang diinginkan itu. Semakin lemah keinginan seseorang terhadap sesuatu akan semakin jauh pula dirinya dari sesuatu itu. Keinginan kuat akan menjadi motivasi yang mendorong seseorang untuk menyibukkan diri dan mengerahkan segenap kemampuan untuk meraih keinginan itu. Berbagai rintangan bukan akan menghentikannya melainkan akan membuatnya sibuk mencari terobosan untuk menembusnya. Berbagai peluang akan dijadikan pendukung untuk memuluskan jalan.

Pengaruh kuatnya keinginan terhadap terwujudnya keinginan itu.
Di desa-desa (di kota juga ada) masih banyak orang - orang yang mulai mendalami agama ketika usianya sudah mulai senja. Mereka tidak hanya belajar mengerjakan shalat atau menghafal doa-doa. Sebagian dari mereka ada yang baru mulai belajar membaca Al-Quran. Mereka secara rutin mengikuti pengajian dari satu masjid - ke masjid yang lain. Meski sering kali tidak bisa fasih namun nyatanya tidak sedikit dari mereka yang pada akhirnya bisa membaca Al-Quran. Kuatnya keinginan untuk mendapatkan husnul khatimah (baik di akhir kehidupan) membuat mereka berusaha keras untuk membekali diri dengan amal shalih, termasuk kemampuan membaca Al-Quran.
Contoh lain ketika seseorang ingin memiliki suatu barang (ambilah misalnya sepeda motor) maka dia akan mencari cara agar barang itu bisa dimiliki. Berbagai cara dilakukan entah dengan menabung, mencari kerja sambilan, mencari peluang membeli dengan harga murah, atau bahkan ada yang tergoda mengikuti undian yang mengiming-imingi hadiah barang tersebut.
Keinginan, apalagi bila telah sedemikian mengobsesi akan menjadikan apa yang diinginkan itu menjadi sesuatu yang lebih penting atau paling penting. Sehingga bisa jadi hal - hal lain menjadi tidak penting dan diabaikan.

Mengelola Keinginan
Ada kalanya keinginan kita masih bersifat umum. Misalnya seorang pelajar yang ingin sukses dalam ujian. Keinginan yang tidak terdefinisikan dengan jelas atau masih terlalu umum sering membuat kita tidak tahu apa yang persisnya harus kita lakukan untuk mencapainya. Akibatnya apa yang kita lakukan menjadi terdeviasi dan mejauhkan kita dari keinginan itu. Untuk itu keinginan itu harus kita pecah dalam bagian - bagian yang lebih kecil dan masing - masing bagian itu diberi keinginan yang sama kuatnya agar bisa mencapai keinginan yang menjadi induknya. Kesuksesan dalam ujian harus dipecah dalam bentuk keinginan mendapatkan nilai minimal 8 pada masing - masing mata ujian, misalnya. Atau dengan menentukan target penguasaan materi bagi setiap mata pelajaran dan lain - lain.
Setelah kita bagi dalam bagian - bagian yang lebih kecil kita tinggal menentukan aktifitas apa saja yang akan kita lakukan untuk mewujudkannya dan memastikan tiap bagian tercapai secara maksimal. [lb]


25 Februari 2010

Berubah Memang Sulit, Tetapi Harus

Pada 29 April 1989 saya mengalami sebuah kecelakaan. Motor yang saya kendarai bersama sahabat karib saya menabrak motor lain yang berlawanan arah. Sabahat karib saya jatuh terpental ke sisi jalan yang tidak beraspal. Parahnya setelah dia terjatuh dia masih harus tertimpa saya yang membonceng. Untung saya orangnya kurus (he he he...) Dia mengalami luka di lengan kanannya. Demikian juga saya. Bedanya lukanya lebih dalam dari saya, memanjang dari atas pergelangan hingga hampir ke persendian siku. Luka saya lebih ringan tetapi lebih panjang hingga melampaui persendian siku.
Singkat cerita luka kami berdua dibersihkan dan diobati di sebuah klinik milik seorang dokter di dekat tempat kejadian. Luka yang saya alami meski tidak begitu dalam tetapi cukup merepotkan, karena mengharuskan saya untuk tidak menekuk persendian siku untuk sementara. Hal ini tentu saja menyulitkan saya ketika makan. Bagaimana mungkin memasukan makanan dengan tangan yang harus tetap dalam kondisi lurus?
Akhirnya untuk sementara saya harus makan dengan tangan kiri. Mulanya sulit, terutama ketika harus memasukan makanan menggunakan sendok. Memegang sendok bagi orang yang tidak kidal pastilah sesulit memegang pena atau sejenisnya. Tetapi itu harus tetap saya lakukan sambil menunggu luka di lengan kanan saya mengering dan sembuh.
Setelah seminggu mengganti sebagian peran tangan kanan dengan tangan kiri, saya mulai terbiasa. Kesulitan sudah saya lampaui. Permasalahannya kemudian tangan kanan saya sudah mulai membaik. Luka di dekan siku sudah mengering dan bekasnya sudah mengelupas. SAya mulai bisa menekuk persendian siku tangan kanan saya. Tentu saja saja saya harus kembali memfungsikan tangan kanan saya. Ternyata tidak mudah. Tangan yang sudah mengaso sekitar seminggu menjadi sulit digunakan. Perlu waktu beberapa lama untuk melatih tangan kanan saya agar bisa berfungsi normal sebagaimana semula. Bagaimanapun saya harus melakukan aktifitas dengan tangan kanan, terutama untuk makan.
Apa yang saya alami adalah sebagian kecil dari sekian banyak contoh dimana ketika kita harus melaukan sesuatu di luar kebiasaan maka akan terasa sulit. Orang-orang yang mengalami kecelakaan dan mengalami patah tulang kaki misalnya, mereka harus mengubah beberapa bagian dari aktifitasnya. Berjalan yang tadinya bisa dengan bebas harus dibantu dengan kursi roda atau tongkat. Buang hajat yang tadinya bisa dilakukan di closet jongkok harus di closet duduk. Shalat yang tadinya bisa dengan berdiri harus (minimal) dengan duduk. Pun ketika kaki mulai berangsur membaik harus dilatih kembali untuk menyangga beban tubuh dan berjalan.
Meski sulit namun perubahan seringkali menjadi pilihan yang harus diambil. Apalagi bila perubahan itu untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi nilainya dalam kehidupan ini. Kita harus mengubah kebiasaan buruk kita dengan kebiasaan baik. Bahkan kadang pula kita harus mengganti kebiasaan kita yang sebenarnya sudah baik dengan kebiasaan yang lebih baik.
Umpamanya kita terbiasa bangun kesiangan. Kebiasaan ini tentu merepotkan karena membuat kita tergesa-gesa untuk berangkat ke tempat aktifitas (kerja/sekolah). Apalagi bagi kaum muslimin yang memang harus melaksanakan shalat subuh. Maka kebiasaan ini harus kita ubah. Segala cara pun harus kita tempuh agar kita bisa bangun lebih awal. Entah dengan menggunakan alarm atau minta dibangunkan oleh orang-orang di sekitar kita.
Kunci dari perubahan ini adalah kemauan. Kemauan ini akan muncul manakala kebiasaan yang baru kita tempatkan sebagai sesuatu yang vital untuk mencapai sesuatu yang tinggi nilainya. Misalnya kebiasaan bangun siang tadi. Manakala kita menempatkan bangun pagi, kemudian shalat subuh, dan menyiapkan semua hal yang kita perlukan di tempat aktivitas sebagai sesuatu yang penting, tinggi nilainya, menyenangkan dan lain-lain maka akan muncul kemauan kuat untuk melakukannya.
Sebaliknya apabila kita tetap merasa nyaman dan tak peduli dengan ketergesagesaan, teguran teman-teman atau bos di tempat kerja dan semua akibat yang ditimbulkan dengan keterlambatan kita, maka kita akan merasa tidak perlu melakukan perubahan apa-apa.
Dalam kasus yang saya alami di atas, saya menganggap bahwa makan dengan tangan kanan adalah sebuah keharusan, sebagai bagian dari ketataatan saya kepada Allah, maka saya tidak membiarkan tangan kiri saya secara permanen menggantikan tangan kanan saya untuk makan. Saya segera mengembalikan fungsi tangan kanan saya begitu mulai membaik.
Kesimpulannya adalah berubah itu memang sulit, tetapi harus tetap dilakukan manakala kita ingin menggapai sesuatu yang lebih tinggi nilainya atau meraih apa yang kita cita-citakan. Allahu A'lam [lb]
ilustrasi : www.themillionairesecrets.net

18 Januari 2010

Kacamataku Mana Ya?

Pertanyaan di atas sering kali saya dengar dari teman kerja saya satu ruangan. Karena banyaknya pekerjaan yang harus dia tangani kadang dia lupa dimana meletakkan kacamatanya. Kadang saat sedang asyik bekerja di depan komputer tiba-tiba ada tamu yang harus ditemui, atau ada rapat yang harus dia siapkan. Repotnya dia tidak secara tetap meletakkan kaca mata. Kadang di meja komputer tempatnya bekerja, kadang di saku bajunya, kadang di meja belakang meja kerjanya, atau di tempat yang lain.
Karena seringya kejadian itu berulang, setiap dia bertanya, "kacamataku tadi di mana ya?" saya hanya menjawab ,"ngga tahu, tadi ditaruh mana?". Atau agar jawaban saya tidak monoton dan klise kadang saya bilang, "kalau sudah begini, harusnya kacamatanya dibuat kalung dan digantung di leher, mba..." Dia pun hanya tersenyum.
Kejadian hampir serupa juga terjadi di rumah. Istri saya sering "kehilangan" kerudungnya. Setiap keluar rumah dia selalu memakai kerudung dan ketika masuk rumah dia melepasnya. Repotnya dia sering meletakkan kerudung yang habis dipakainya di tempat yang tidak tetap. Kadang di sofa ruang tamu, di kursi dekat meja makan, di gantungan baju, di tempat tidur atau di tempat yang lain. Begitu seringnya kejadian itu berulang maka ketika dia bertanya, "kerudungku dimana ya?", saya hanya menjawab, "meneketehe? aku kan ga pake....".
Sebenarnya apa yang dialami teman kerja dan istri saya adalah kejadian biasa. Banyak orang yang mengalami hal seperti ini. Namun kendati kejadian biasa tidak berarti harus dibiarkan karena bisa merepotkan. Terutama bagi yang bersangkutan. Bagi orang yang di sekitarnya juga menjadi hal yang sedikit mengganggu. Setidaknya orang di sekitarnya kebingungan untuk memberikan jawaban. Sebab kalau selalu di jawab "ngga tahu" atau "meneketehe" nanti dikiranya tidak kreatif.
Dalam sebuah kajian seorang ustadz menyinggung hal ini. Dalam kesempatan itu dia mengatakan bahwa salah satu sebab yang membuat kita lupa adalah karena kita tidak tertib. Ternyata apa yang dikatakan ada benarnya juga. Saya termasuk orang yang jarang lupa dengan barang-barang yang saya simpan atau letakkan. Kuncinya karena saya membiasakan meletakkan barang-barang saya di tempat-tempat yang tetap dari waktu ke waktu. Sehingga bila saya lupa sesuatu saya lebih mudah melacaknya. Misalnya, saya selalu meletakkan kaca mata di atas bufet ruang tengah atau di dekat mushaf Al-Quran, atau di dalam wadahnya dan dimasukan tas kerja. Hanya di tiga tempat itu saya meletakkan kacamata. Kalau di tempat kerja saya hanya meletakkan di meja komputer atau dimasukan tas.
Jadi kuncinya adalah berusaha tertib dalam meletakkan benda-benda atau barang-barang milik kita.
Cara lain agar kita tidak mudah lupa adalah selalu mengaitkan satu kejadian atau apa yang kita lakukan dengan peristiwa atau fakta lain yang terjadi bersamaan dengan hal tersebut. Misalnya tadi apa saja yang kita kerjakan dan bagaimana kita melakukannya, dengan siapa, dimana, dan seterusnya. Sehingga ketika kehilangan suatu benda kita bisa melacaknya dengan dimana terakhir benda itu kita pergunakan. Saya pernah kehilangan flashdisk yang baru saya pakai. Saya baru ingat flashsidisk itu ketika sudah beberapa meter meninggalkan tempat kerja. Saya kembali dan mencarinya. Di meja komputer tidak ada, di tas tidak ada, di CPU juga tidak ada. Saya kemudian ingat bahwa terakhir saya mencabutnya dan setelah itu saya memberesi menja komputer. Akhirnya saya menduga mungkin di dekat keyboard (kebetulan keyboard komputer yang saya pakai memiliki tempat yang bisa ditarik seperti laci). Ternyata benar dugaan saya.
Cara yang kedua ini saya tiru dari ibu saya. Beliau selalu mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa atau kondisi lain yang berhubungan. Ketika ditanya adik saya lebih tua atau lebih muda dari anak tetangga misalnya, beliau mengaitkan dengan peristiwa pemasangan jaringan pipa Pertamina di depan rumah dimana anak tetangga sudah lahir dan adik saya belum lahir.
Untuk bisa mengaitkan saat peristiwa denga peristiwa lain ini diperlukan pemahaman terhadap fakta secara mendalam. Ibu saya tentu tidak akan bisa mengingat apakah adik saya lebih muda dari anak tentangga atau lebih tua, bila beliau dulu tidakmengamati bahwa pemasangan pipa itu dilakukan ketika tentangga sedang menggendong anaknya itu dan ibu melihatnya sementara beliau belum melahirkan adik saya.
Mudah-mudahan pelajaran kecil dari pengalaman hidup saya ini bermanfaat bagi para pembaca. (lb)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons